OPINI  

Mengurai Benang Merah: Validitas Sekda Boalemo

Oleh: Ramly Syawal

Bagikan Berita

NARASI21.ID – Ada dua isu yang begitu kencang berhembus dalam lingkaran pemerintah Boalemo akhir-akhir ini. Menariknya, dua isu ini justru saling bertentang satu sama lain. Isu itu tak berjumpa dalam sebuah kepentingan yang sama, melainkan saling berjarak dan cenderung mereduksi.

Sederhananya, jika dipetakan, dua isu itu meliputi; satu isu berkaitan dengan sebuah wacana penggantian Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Boalemo, dan satu isu lagi berkaitan dengan pemberian tanda kehormatan Setya Lencana oleh negara, dalam hal ini Presiden, kepada Sekda Kabupaten Boalemo.


Tak pelak, bahwa dengan dua isu di atas, Anda sudah bisa membayangkan, betapa itu tak ubahnya seperti orang yang hendak mencari jalan keluar untuk mencari sumber mata air, padahal ia berada di tengah gurun pasir yang amat luas, kompleks dan tidak berguna sama sekali. Kenapa? Asbab dua isu itu justru memberi sinyal yang kuat – selain hanya membuang-buang tenaga untuk memikirkannya – bahwa kedudukan Sekda Boalemo, yang saat ini kendarai oleh Sherman Moridu, justru layak untuk dipertahankan. Kenapa demikian? Saya runutkan logikanya demikian


Sesat Pikir Pergantian Sekda
Ibarat sebuah pohon, jika bibit pohon yang ditanam mengandung racun, bisa dipastikan buahnya pun akan mengandung racun. ilustrasi ini sepenuhnya Anda bisa interpretasikan secara luas dan bebas. Khusus pada pembahasan ini, ilustrasi itu bisa ditempatkan dalam dua hal: pertama, pengangkatan Sekda Boalemo, Sherman Moridu secara prosedural dilegitimasi oleh peraturan dan oleh karena itu sifatnya valid demi hukum serta berdiri pada nilai konstitusionalitas.

Kedua, tidak hanya pengangkatannya, secara subtansi ia telah melewati proses wajar. Dengan kata lain, ia telah sah secara hukum yang kemudian bentuk legalitasnya tersebut diterjemahkan dengan proses pelantikannya pada tanggan 9 Oktober 2020 yang selanjutnya disetuji oleh Gubernur sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah.

Prinsipnya, masih dengan mengacu ilustrasi di atas, Sherman Moridu selaku Sekda tidak dilahirkan pada ruang pengap yang hambar, apalagi beracun. Ia berdiri di atas peraturan perundang-undangan, seturut dengan hak warga negara yang melekat terhadapnya.


Kendati demikian, isu tentang upaya pelengseran Sherman tetap saja berhembus. meski sumbuh isunya makin kecil, tapi apinya justru semakin membesar. Api itu dirawat dengan tidak memperhatikan rel yang ada. Akhirnya api itu alih-alih untuk menerangkan, justru membakar tangan orang-orang yang memegangnya. Artinya, secara hukum dan administrasi ketatanegaraan perihal status Sekda sudah klir, tapi tetap diobok-obok oleh orang tertentu yang pada akhirnya justru orang-orang itu memperlihatkan ketidaktahuan mereka atas fungsi hukum dan proses berkerjanya sebuah administrasi di negara hukum.


Singkatnya begini, melihat hukum itu tidak bisa terlalu kaku dan cenderung legisme-positifistik. Bahwa di awal saya telah berani mengatakan jabatan Sekda yang melekat kepada Sherman Moridu itu telah memimliki kekuatan hukum tetap, tentu saja. Tapi ketika argumentasi orang-orang yang mendalilkan bahwa Sherman diangkat dan disumpah di bawah jabatan bupati yang telah non-aktif dengan merujuk Surat Keputusan Kemendagri, inilah yang saya maksudkan sebagai sikap legisme-positifistik. Sedari awal, Kasubdit Otda Kemendagri regional Sulawesi, Dr. Saidman telah memberi arah kepada Pejabat Bupati, Anas Yusuf tempo hari, bahwa yang perlu diperbaiki itu hanya unsur administrasinya, bukan posisi jabatannya.

Itu memberi makna bahwa tidak masalah dengan jabatan Sekda, tapi PJ Bupati perlu mengsingkronisasi administrasi kebijakan yang sebelumnya telah dilakukan oleh bupati sebelumnya, Darwis Modiru.
Arahan Dr. Saidman itu memberi sinyal juga bahwa tak ada masalah perihal jabatan Sekda yang tampuk oleh Sherman, yang secara koheren diakui pula oleh Kemendagri. Disitulah titik sesat pikirnya. Anda bayangkan, bagaimana mungkin Sekda dipaksa untuk meninggalkan jabatan Sekda hanya lantaran hal sepele atau kepentingan orang lain. Anda bayangkan pula, jika Sherman dicabut dari jabatan Sekda, maka konsekusensinya, sejak pelantikan 2020 sampai dengan hari ini tahun 2023, kebijakan akan apapun yang dinahkodai oleh Sekda yang sifatnya kewenangan delegatif atau mandat, maka gugur semua. Anda bayangkan bagaimana kompleksnya masalah yang akan ditimbulkan atas sesat pikir orang-orang itu.


Sebuah Prestasi
Selain argumen di atas tentang sesat pikir yang ditimbulkan atas wacana penggeseran Sekda, dibalik daripada itu, Sekda yang melekat kepada Sherman Moridu tidak hanya diakui dan dilegitimasi oleh perangkat Undang-Undang, seturut dengan pengkuan yang telah keluar dari Kemendagri. Sherman itu diakui posisi dan integritasnya dihadapan Presiden Republik Indonesia. Ia telah diakui keberadaanya tidak hanya pada tingkat Kabupaten Boalemo semata, tapi sampai tingkat nasional.


Keputusan Presiden Republik Indonesia dengan Nomor 34/TK/tahun 2023 tentang Penganugrahan Tanda Kehormatan Setyalencana Karya Satya diberikan kepada Sekda Boalemo, Sherman Moridu melalui PJ Bupati Boalemo, Dr. Hendriwan. Ini merupakan legitimasi serta legalitas yang dimiliki oleh Sherman Moridu sebagai Sekda. Pertanyaannya, tidakkah dengan pemberian penghargaan itu oleh Presiden menunjukkan bahwa secara hierarki negara Sherman diakui kedudukannya sebagai Sekda? Jawabannya, jelas! Ia diakui bukan tidak hanya sebagai pejabat pemerintahan, tapi juga sebagai orang yang punya sumbangsih jelas pada proses pembangunan Boalemo.


Anda bisa mengecek sendiri syarat apa yang harus dilalui ketika Presiden mengeluarkan penghargaan setyalencana tersebut, saya tidak ingin mengumbarnya di sini. Tapi, contoh sederhana bahwa seorang Sherman memang memiliki kapasitas dan kapabilitas yang teruji. Perlu diperjalas, bukan saya yang mengatakan itu, aturan dan fakta setya lencana tersebut yang mengakan demikian.
Dan terakhir, betapapun upaya untuk menjatuhkan Sherman Moridu sebagai Sekda Boalemo, dipandang dari aspek apapaun, pasti akan sampai pada kesimpulan yang sama: sesat pikir.